Awas Perang Nuklir di Depan Mata, Ini Kode Baru Putin ke NATO

Russian President Vladimir Putin (AP/Sergey Guneev)

Presiden Rusia Vladimir Putin kembali buka suara soal nuklir, Senin waktu setempat. Ini menjadi ketiga kalinya dalam dua pekan Putin menyinggung soal nuklir di tengah perang Rusia dan Ukraina, serta keterlibatan Barat.

Dalam kemunculan baru di sela-sela wawancara dengan saluran TV Rossiya-1, ia menunjuk kemampuan nuklir aliansi pimpinan Amerika Serikat (AS) NATO, yang selama ini membantu Ukraina. Ia mengatakan Moskow harus memperhitungkan potensi nuklir kelompok itu.

“Negara-negara NATO terkemuka telah memproklamirkan tujuan utama mereka untuk mengalahkan Rusia, agar rakyat kita ‘menderita’ seperti yang mereka katakan,” katanya dikutip CNBC International, Selasa (28/2/2023).

“Bagaimana … kita tidak dapat memperhitungkan potensi nuklir mereka?” tegasnya.

Ia pun mengatakan Barat terlibat dalam kejahatan yang dilakukan Ukraina. Meski tak menjelaskan kejahatan yang dimaksud, ia menyebut upaya memasok senjata ke mantan sesama Uni Soviet tersebut bertujuan untuk menghancurkan dan memecah belah Rusia.

Sementara itu sebelumnya, mantan presiden dan yang juga sekutu Putin, Dmitry Medvedev, kembali buka suara soal kemungkinan penggunaan senjata nuklir. Hal ini terjadi saat hubungan Moskow memanas dengan Barat akibat perang di Ukraina.

Medvedev mengatakan bahwa pasokan senjata Barat yang berkelanjutan ke Kyiv berisiko menimbulkan bencana nuklir global. Diketahui, Rusia dan patron Barat, Amerika Serikat (AS), memiliki 90% dari total senjata nuklir dunia.

“Tentu saja, peningkatan senjata dapat berlanjut… dan mencegah segala kemungkinan untuk menghidupkan kembali negosiasi,” kata Medvedev dipublikasikan di harian Izvestia dan dikutip Channel News Asia (CNA).

“Musuh kita melakukan hal itu, tidak ingin memahami bahwa tujuan mereka pasti akan menyebabkan kegagalan total,” tambahnya.

“Kerugian bagi semua orang. Keruntuhan. Kiamat. Di mana Anda melupakan kehidupan lama Anda selama berabad-abad, sampai puing-puing berhenti memancarkan radiasi,” tegasnya.

Rusia diketahui telah memutuskan untuk membekukan sementara partisipasinya dalam kesepakatan pengurangan senjata nuklir, New START, dengan AS. Perjanjian itu mulai berlaku pada Februari 2011 lalu kemudian diperpanjang pada 2021 selama lima tahun lagi setelah Presiden AS Joe Biden menjabat.

Dalam catatan Buletin Peneliti Atom pada Januari 2023, Negeri Paman Sam memiliki 3.708 hulu ledak nuklir. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 1.770 hulu ledak dikerahkan sementara sekitar 1.938 disimpan sebagai cadangan.

Di sisi lain, Rusia memiliki jumlah senjata nuklir yang lebih banyak. Pada Oktober lalu, lembaga yang sama menyebutkan Negeri Beruang Putih memiliki 4.447 hulu ledak nuklir.

Direktur lembaga riset Institut Penelitian Perdamaian Dunia Stockholm (SIPRI), Dan Smith, mengungkapkan bahwa hal ini berpotensi menimbulkan bahaya. Terutama di situasi global seperti sekarang ini.

“Ini adalah langkah yang mengecewakan, tidak imajinatif, tetapi tidak mengejutkan yang tidak diuntungkan oleh siapapun. Satu per satu pilar kontrol senjata nuklir antara Rusia dan AS telah diruntuhkan selama dua dekade terakhir,” ujarnya.

“Meskipun Presiden Putin belum menarik Rusia dari perjanjian itu, dia telah menciptakan ketidakpastian. Ini mungkin disengaja, tetapi juga bisa berbahaya dalam suasana permusuhan yang memanas saat ini,” tambahnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*